Category: Kab Purworejo

  • Dawet Ireng

    Dawet Ireng

    Jika melewati daerah selatan Pulau Jawa, akan mendapatkan berbagai penjual dawet ireng yang terletak di sepanjang jalan. Jika telah menemukan penjual dawet, itu menunjukkan telah memasuki area Purworejo. Dawet ireng sebenarnya nggak cuman dikenal di Purworejo, tetapi juga di beberapa kota lain.

    Lantas, apa yang menjadi ciri khas Dawet Ireng dari Purworejo khususnya daerah JEMBUT (Jembatan Butuh)? Yaitu, menggunakan gula jawa dan santan. Untuk warna dawetnya yang hitam, berasal dari abu jerami yang telah dibakar sebelumnya.

  • Masjid Santren Bagelen

    Masjid Santren Bagelen

    Masjid ini dibangun tahun 1618 dan memiliki arsitektur tradisional Jawa dengan atap bertingkat. Kayu konstruksi dan bentuk gonjo di masjid ini sama seperti di  Masjid Menara Kudus dan Kajoran Klaten. Masjid Santren Bagelen dibangun sebagai hadiah dari Sultan Agung untuk loyalitas Kyai Baidlowi ke Mataram ketika melawan penjajah Belanda. 

  • Masjid Loano

    Masjid Loano

    Masjid Al Iman di desa Loano, Kecamatan Loano, didirikan oleh Sunan Geseng, murid Sunan Kalijaga, pada tahun 1472. Sebagaimana ciri khas masjid-masjid di Jawa, Masjid Loano menggunakan tiang-tiang dari kayu sebagai penyangga bangunan. Tiang utama pada bagian utama masjid telah berusia lebih dari 500 tahun. Sedangkan bagian teras dibangun sekitar tahun 1872.

  • Goa Seplawan

    Goa Seplawan

    Liburan ke Purworejo dan sekitarnya tak lengkap jika belum mengunjungi Gua Seplawan. Menjejakkan kaki di gua yang menyimpan sederet kisah sejarah tersebut, pengunjung akan disuguhi eksotisme perut bumi di tengah panorama Pegunungan Menoreh yang indah.

    Berlokasi di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah atau berbatasan langsung dengan Kulonprogo di Daerah Istimewa Yogyakarta, Gua Seplawan tak sekadar gua biasa karena ada peninggalan sejarah di lorong-lorongnya.

    Gua yang berada di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini, merupakan gua basah atau terdapat aliran air di dalamnya. Memasuki pintu utama di bagian atas mulut gua, pengunjung akan disambut patung emas replika arca emas Dewa Siwa dan Dewi Parwati setinggi tiga meter yang berdiri tegak di depan pintu masuk.

    Perjalanan susur gua diawali dengan menelusuri lorong yang menjorok ke bagian bawah perbukitan. Sepanjang perjalanan dalam gua, pengunjung dapat melihat dan menyentuh stalaktit dan stalakmit nan eksotik. Sesekali akan menemukan genangan air menyerupai kolam alami yang dingin dan jernih.

    Ketika semakin ke bagian dalam, bunyi khas titik-titik air menetes dari ujung stalaktit menerpa bebatuan menambah keelokan relung gua. Bagi pengunjung yang takut gelap tidak perlu khawatir, sebab selain ada cahaya matahari masuk melalui celah, di beberapa sudut gua juga dilengkapi lampu sehingga suasana dalam gua kian memukau.

    Keindahan kian lengkap dengan keberadaan tangga batu berundak dan tangga besi menjulang ke atas sebagai akses keluar gua. Tangga besi dengan putaran spiral di ujung gua akan mengantarkan pengunjung ke bagian permukaan gua. Lepas dari tangga besi, pengunjung akan disuguhi pemandangan perbukitan Menoreh yang mengelilingi gua.

    Selain itu, di bagian luar gua juga ditemukan lingga-yoni dengan kondisi utuh. Pada masa Hindu, simbol yang terbuat dari batu itu merupakan petunjuk bahwa keberadaannya sempat digunakan untuk keperluan ritual atau dianggap sebagai simbol Dewa Siwa.

    Bagi traveler luar kota, tidak sulit berkunjung ke gua yang ditemukan pada 1979 ini. Gua yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Purworejo ini mudah dijangkau kendaraan pribadi roda dua maupun empat. Sepanjang perjalanan, pengunjung akan melewati jalanan desa yang berkelok dan menanjak dengan hamparan sawah dan tumbuhan ilalang di sisi kanan-kiri.

    “Pas awal masuk, saya kira cuma gua biasa. Ternyata semakin ke dalam suasananya sangat menyenangkan, banyak stalaktit dan stalakmit, ada kolam airnya jernih dan dingin banget,” beber salah seorang pengunjung, Kristianto, 30.

    Warga Ngaliyan Semarang itu mengaku penasaran dengan Gua Seplawan setelah melihat foto-foto kerabatnya yang dipajang di media sosial. Bagian dalam gua yang unik menarik minat dia dan rekan-rekan kerjanya untuk mengisi libur akhir pekan dengan berwisata sejarah di Gua Seplawan, Purworejo.

    “Menurut cerita juru kunci gua, dahulu di sini ditemukan arca emas 22 karat, tinggi 9 sentimeter dan berat 2,5 kilogram pada 15 Agustus 1979. Arca yang asli hingga sekarang masih utuh dan ditempatkan di Museum Nasional sebagai benda bersejarah,” bebernya.